Rabu, 04 Februari 2015

ASKEB



ASUHAN KEBIDANAN
PADA An. ”E” DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
DIRUANG MATARAM RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR MOJOSARI MOJOKERTO


                                               http://www.widyagamahusada.ac.id/admin_baru/gambar/Logo%20Stikes%20%20WGH%204(1).png
                                                                                                         

DISUSUN OLEH:
NAMA: EKA WIDJI ASTUTI
NIM: 1312.15401.763

PROGRAM STUDY DIII KEBIDANAN
STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2014/2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan ini. Dalam penyusunan laporan ini kami banyak mendapatkan bimbingan pengalaman dan bantuan dari berbagai pihak untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang kesehatan. Khususnya kami mahasiswa akademi kebidanan yang masih banyak butuh bimbingan dan pengajaran yang baik dan benar. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ibu Jiarti Kusbandiyah  P, S.SiT.,M.Kep selaku dosen pembimbing
2.      Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moral, material dan spiritual.
3.      Teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pengkajian laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan baik demi kemajuan penulisan laporan ini.











BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      LATAR BELAKANG

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.
Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.






1.2  TUJUAN PENULISAN
            1.2.1 Tujuan Umum
                        Untuk menyelesaikan tugas askeb yang diberikan dan sesuai dengan latar belakang diatas maka penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan kepada pasien dan keluarga dan melakukan asuha kebidanan yang baik sehingga permasalaha tersebut dapat diatasi dengan baik.
1.2.2    Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data baik data subyektif maupun obyektif dengan kehamilan normal
b. Mampu mengevaluasi kesenjangan antara teori dan praktik
c. Dapat memberikan alternative pemecahan masalah apabila ditemukan kesenjangan masalah
d. Mampu melakuakn evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan dari awal sampai akhir dengan kehamilan normal

1.3  MANFAAT

Setelah membaca asuahan kebidanan ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan pada An. “E” usia 7 tahun 6 bulan dengan sakit Dengue Haemorrhagic Fever. Sesuai dengan diagnose dan masalah yang ada menurut teori dan menerapkan pada praktek lapangan secara langsung serta mendeteksi secara dini dengan menangani adanya komplikasi dengan cepat dan tepat.


1.4  METODE PENULISAN

Teknik pengumpulan data diperolrh melalui :

1.4.1        Studi Kasus
Dengan melihat dan mempelajari kasus dari rekam medis Rumah Sakit Prof. Dr. Soekandar Mojokerto

1.4.2        Studi Kepustakaan
Dengan membaca dan mempelajari buku – buku referensi yang berhubungan dengan masalah yang ditulis. Tujuannya agar mendapat data dasar yang teoritis dan bersifat ilmiah.

1.4.3        Observasi
Dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap pasien tentang  keadaan dan perkembangan kondisinya dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

1.4.4        Wawancara
Dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat dan bidan ) tentang hal – hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan anak dan pada anak tentang riwayat kesehatan dan  identitas anak. Tujuannya untuk memperoleh data secara langsung dari sumber data.

1.5  SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I       : Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II      : Tinjauan Pustaka
Berisi tentang definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
BAB III    : Tinjauan Kasus
 Berisi tentang pengkajian data, menetapkan analisa, penatalaksanaan beserta evaluasi tindakan
BAB IV    : Penutup
                  Berisi tentang kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A.      DEFINISI

DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 )
DHF adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus ( arthropodbora virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albopictus dan Aedes agypty ). ( Ngastiyah; 341; 1997 )
DHF adalah penyakit demam yang disebabkan oleh virus disertai demam akut, perdarahan, tedensi syok. ( Suryanah; 191; 1996 )

B.       ETIOLOGI

Virus dengue tergolong dalam family / suku / grup Flaviviridae, virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang terdiri dari 4 tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (virus dengue tipe 1-4). Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang bersangkutan pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya.Wabah dengue juga telah disertai Aedes albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess scuttellariss tetapi vector tersebut kurang efektif dan kurang berperan karena nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat didaerah perkebunan dan semak-semak, sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal di sekitar pemukiman penduduk.

C.      TANDA DAN GEJALA
1.     Derajat I ( ringan )      :  demam mendadak 2 – 7 hari, uji tourniquet positif, kepala pusing, badan mulai pegal – pegal, batuk, muntah, suhu tubuh 38 – 39 C.
2.     Derajat II ( sedang )    :  perdarahan gusi, hematemesis / melena, ujung jari dan hidung teraba dingin, gelisah, muntah, gangguan aliran darah perifer, ganguan rasa aman dan nyaman.
3.     Derajat III ( berat )     :  ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( kurang dari 20 mmHg ) atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah.
4.     Derajat IV ( syok )      :  anak syok dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur. ( Hendarwanto; 423; 2004 )
Menurut WHO ( 1986 ) :
Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah nyeri pada punggung, tulang, persendian, kepala:
a.       Manifestasi perdarahan :
1)      Uji tourniquet positif
2)      Petekia, purpura, ekimosis
3)      Epitaksis, perdarahan gusi
4)      Hematemesis, melena
b.      Pembesaran hati yang nyeri tekan tanpa ikterus
c.       Dengan / tanpa renjatan
         Renjatan biasanya terjadi saat demam menurun. Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
d.      Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi

D.   PATOFISIOLOGI
Fenemona patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstraseluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah verimia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal – pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit ( petekie ), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa ( splenomegali ).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan ( syok ).
Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20% ) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran ( perembesan ) plasma ( plasma leakage ) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu pada penerita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemikonsentrasi yang terjadi.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apanila tidak seger adiatasi dengan baik. Gangguan hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda – tanda perdarahan hampir diseluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar denga perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.( Effendy; 1; 1995 )

D.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Darah
Terjadi trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet yang positif. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGOT, SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
2.      Air Seni
Mungkin ditemukan albuminaria ringan.
3.      Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi.
4.      Serologi
a.       Serum ganda : pada masa akut dan konvalesen. Kenaiakan antibody antidengue sebanyak minimal 4 kali. Uji peningkatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
b.      Serum tunggal : ada atau tidaknya atau titer tertentu antibody antidengue. Uji dengan blot, Uji Ig M antidengue.
5.      Isolasi virus
Bahannya adalah darah pasien, jaringan – jaringan baik dari pasien hidup melalui biopsi , dari pasien yang meninggal melalui otopsi ( Hendarwanto; 422; 2004

E.       PENATALAKSANAAN

1.     Penatalaksanaan DHF tanpa penyakit :
a.     Tirah baring
b.     Makanan lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam ( susu, air dengan gula atau sirop ) atau air  tawar ditambah dengan garam saja.
c.      Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi kompres, antipiretik golongan asetaminofen, eukinia atau diperon dan jang diberikan asetosal karena bahaya pendarahan.
d.     Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
2.      Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan :
a.       Pemasangan infuse dan dipertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan diatasi.
b.      Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam, serta Hb dan Ht tiap 4 – 6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Pada pasien DSS diberi cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti Na Cl, laktat ringer yang dipertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak pernaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemase, sejumlah 15 – 29 ml/kg berat beban dan dipertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfuse darah. ( Mansjoer; 432; 2001 )




BAB III (SOAP)













BAB IV
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk Aedes aegypti , maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
Tanpa insektisida:
Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu   sekali.
Menutup penampungan air rapat- rapat.
Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Dengan insektisida:
Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan fogging/pengasapan.
Abate untuk membunuh jentik nyamuk dengan cara ditabur pada bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.

B. SARAN
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik kebidanan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.









DAFTAR PUSTAKA



Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Wahyudin, Rajab.2008.Epidermiologi Kebidanan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Jual-Moyet.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka















Kamis, 08 Mei 2014

Biologi Dasar dan Pengembangan

MAKALAH
PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN PADA NEONATUS
 


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan pertolongan-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini. Selain bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Biologi Dasar dan Pengembangan yang diberikan oleh Ibu Yulianik, S. KM, M.Biomed di sisi lain kami juga ingin menambah pengetahuan kami di bidang Biologi Dasar dan Pengembangan.
Sumber  materi disadur dari internet guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan di sampaikan. Agar pembaca memjadi lebih banyak tahu dan mendapat materi yang tepat mengenai  “Perubahan Sistim Pencernaan Pada Neonatus”  dari sistim yang bekerja dan ganguan serta cara mengatasi masalah pencernaan pada neonatus.
            Penulis sadar akan keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu penulis selalu membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan agar kelak kami bisa memberikan yang lebih baik pada tugas-tugas berikutnya.

Malang, 2014


Penulis









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada saat bayi lahir terdapat berbagai macam perubahan fisiologis atau adaptasi fisiologis yang bertujuan untuk memfasilitasi penyesuaian pada kehidupan ekstrauterin (diluar uterus). Pada masa transisi dari intrauterin (dalam uterus) ke ekstrauterin (luar uterus)  terjadi perubahan-perubahan pada bayi, salah satunya adalah perubahan sistem pencernaan menjadi organ dengan fungsi independen artinya tidak lagi tergantung pada ibunya. Untuk itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk dapat menangani bayi yang mengalami kesulitan masa transisi ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan pada sistem pencernaan bayi ?
2. Apa gangguan sistem pencernaan pada neonatus ?
3. Bagaimana cara menanggulangi gangguan sistem pencernaan pada neonatus ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan sistem pencernaan pada neonatus
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengenal gangguan sistem pencernaan pada neonatus
3. Mahasiswa mampu menanggulangi gangguan sistem pencernaan pada neonatus







BAB II
PEMBAHASAN

A.   Perubahan Sistem Pencernaan pada Neonatus
Walaupun secara struktur dan fungsional sistem pencernaan belum matang, saluran pencernaan mampu mencerna dan menyerap susu ibu dan mengubah susu sapi serta membuang hasil sampah. Mulut dibentuk untuk mempermudah menyusui. Langit-langit keras yang melengkung, otot pengisapan yang kuat dalam mulut dan rahang, dan lapisan lemak pada pipi membantu bayi baru lahir menjepit putting susu dan memeras areola mamae selama menyusui. Taste bud bertempat terutama pada ujung lidah dapat membedakan antara manis dan asam. Kelenjar ludah tidak matang dan produksi air ludah kurang.
Kemampuan lambung terbatas pada hari pertama kurang lebih 40-60 ml. Karena perut mudah kembung, kapasitas ditingkatkan saat makanan diperkenalkan dan mencapai 90 ml pada banyak bayi usia 3-4 hari. Pepsinogen ada dan mulai mencerna susu saat masuk lambung. Waktu pengosongan lambung kurang lebih 2-4 jam. Sphinchter cardiak tidak matang dan terjadi sedikit regurgitasi susu setelah menyususi merupakan hal yang umum pada bayi baru lahir.
Saluran intestinal neonatus secara proporsional lebih panjang dari orang dewasa dan mempunyai permukaan pernyerapan yang besar. Enzim-enzim yang penting untuk pencernaan sudah ada pada bayi baru lahir. Lemak dicerna dan diserap kurang efektif karena jumlah lipase pankreas tidak cukup. Lemak dalam air susu lebih mudah dicerna dari pada yang ada dalam susu sapi karena dalam air susu ibu ada lipase.
Kemampuan bayi untuk mencerna, menyerap dan metabolisme bahan makanan sudah adekuat tetapi terbatas pada fungsi-fungsi tertentu. Terdapat enzim untuk mengkatalisasi protein dan karbohidrat sederhana ( Monosakarida dan Disakarida ).



Perubahan Sistim Pencernaan pada Neonatus terdiri dari:
1.    Mulut
Bibir bayi baru lahir yang normal harus kemerahan dan lidahnya harus rata dan simetris. Lidah tidak memanjang atau menjulur diantara bibir. Jaringan penunjang melekatkan ke sisi bawah lidah. Atap dari mulut (langit-langit keras) harus tertutup, dan harus terdapat uvula (langit-langit lunak). Kadang- kadang terdapat tonjolan putih kecil sepanjang langit-langit keras, yang di sebut “ Epsteins Pearls “, tempat menyatunya bagian langit-langit keras. Tonjolan tersebut akan hilang sendirinya. Beberapa kelenjar saliva berfungsi  pada saat lahir, kebanyakan neonatus belum mensekresi saliva sampai dengan umur 2-3 bulan.

2.    Lambung
Pada saat lahir, kapasitas kerja lambung antara 30-60 ml dan meningkat dengan cepat sehingga pada hari ke tiga dan keempat, kapasitanya mencapai 90ml. Bayi membutuhkan makan yang jumlahnya sedikit tapi frekuensinya sering. Lambung bayi akan kosong dalam waktu 2-4 jam. Bayi diberi ASI dari ibunya. Bayi yang diberi ASI akan menghisap puting atau udara. Hal ini akan menimbulkan rasa kenyang yang palsu karena lambung penuh. Maka harus di sendawakan sehingga bayi akan minum susu lebih banyak.

3.      Usus
Usus pada bayi jika di bandingkan dengan panjang tubuh bayi terlihat sangat panjang. Feses pertama bayi adalah hitam kehijauan, tidak berbau, substansi yang kental/lengket yang di sebut mekonium. Yang biasanya keluar dalam 24 jam pertama. Feses ini mengandung sejumlah cairan amnion, vernix, sekresi saluran pencernaan, empedu, lanugo, dan zat sisa dari jaringan tubuh. Feses transisi yang berwarna hijau kecoklatan keluar selama 2-3 hari. Feses pada bayi yang menyusu pada hari ke 4 adalah hijau kekuningan/kuning emas, berair atau encer, dan bereaksi terhadap asam. Feses dari bayi yang menyusu formula, biasanyau berwarna kuning terang/kuning pucat, berbau, berbentuk garing agak keras netral samapi sedikit alkali. Normalnya defekasi pertama  dalam waktu 24 jam.



4.      Sistem Ginjal dan Keseimbangan Cairan
Pengeluaran urine pada janin terjadi pada bulan ke empat. Sementara itu, pada saat lahir fungsi ginjal bayi sebanding dengan 30% sampai 50% dari kapasitas dewasa dan belum cukup matur untuk memekatkan urin. Artinya, pada semua bayi semua struktur ginjal sudah ada tetapi kemampuan ginjal untuk mengosentrasikan urine dan mengatur kondisi cairan serta fluktuasi elektrolit belum maksimal. Namun demikian, urin terkumpul dalam kandung kemih bayi biasanya dalam waktu 24 jam pertama kelahirannya. Volume pengeluaran urine total per 24 jam pada bayi baru lahir sampai dengan akhir minggu pertama adalah sekita 200-300 ml, dengan frekunsi 2-6 kali hingga 20 kali/hari. Penting untuk mencatat saat berkemih pertama kali bila terjadi anuria (ketidakmampuan untuk buang air kecil baik karena tidak dapat menghasilkan urine atau karena memiliki sumbatan pada pada saluran kemih) harus dilaporkan, karena hal ini mungin menandakan anomali kongenital (cacat lahir) dari sistem perkemihan. Berat badan bayi biasanya turun 5%-15% pada hari ke empat sampai ke lima. Hal ini salah satu peningkatan buang air besar, pemasukan  kurang dan metabolisme meningkat. Setelah hari kelima berat badab bayi biasanya meningkat kembali.Mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit, terjadi pada volume total pada tubuh, volume cairan ekstra sel pada masa transisi janin ke fase pasca lahir. Pada masa janin, cairan ekstraseluler lebih banyak daripada cairan intraseluler. Namun, hal ini segera berganti pada pasca natal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pertumbuhan yang membutuhkan cairan ekstraseluler.


B. Gangguan Sistem Pencernaan pada Neonatus dan Cara Mengatasinya
1. Irritable Bowel Syndrome.
Gangguan fungsi seluruh sistem pencernaan bayi sehingga menyebabkan sakit perut, sembelit, atau diare.  Penyebabnya belum diketahui pasti. Beberapa ahli memperkirakan berkaitan dengan kontraksi usus yang tidak normal.
Gejalanya, kebiasaan buang air besar (BAB) berubah,  lebih sering  jika diare dan  lebih jarang jika sembelit.
 Atasi dengan menghentikan pemberian makanan atau minuman yang memicu timbulnya gejala, seperti yang banyak bumbu, terlalu manis, asam atau asin.
2. Hipertrofi pilorus stenosis (Hypertrophy Pyloric Stenosis).
 Penyebabnya karena kelainan saluran pencernaan, ditandai penyempitan  saluran usus 12 jari akibat penebalan  otot dinding usus, yang mengakibatkan  makanan akan dimuntahkan kembali oleh bayi.
 Gejalanya, muntah yang  biasanya muncul saat bayi berusia 2–12 minggu.
Atasi dengan menjalani operasi kecil pada otot-otot pilorus yang disebut pyloromyotomy. Operasi dilakukan dengan menyayat,  tidak  memotong otot pilorus  yang menebal tapi melebarkan saluran.
3.Diare karena alergi.
Penyebabnya alergi terhadap protein susu sapi, atau karena alergi pada makanan pengganti ASI
Gejalanya, diare berlendir dan terkadang terdapat darah, kulit gatal kemerahan dan batuk berdahak.
 Atasi dengan menghentikan pemberian susu sapi kepada bayi dan menggantinya dengan susu kedelai atau tetap memberikan ASI, dan hindari produk makanan yang mengandung bahan-bahan kimia, yang dapat menyebabkan gangguan lain pada sistem pencernaan.
4.Usus terlipat.
Ini terjadi bila satu bagian usus masuk ke dalam usus yang terletak di atasnya dan terjadi secara spontan. Banyak dialami bayi yang usia  5-10 bulan.Penyebabnya belum diketahui.
Gejalanya bayi menangis, muntah berupa  cairan  hijau, diare berdarah, dan bila ususnya sudah tersumbat total,  bayi tidak dapat buang angin dan buang air besar.
Atasi dengan memberi cairan kontras untuk mengetahui bagian usus yang terlipat  atau dilakukan tindakan pembedahan.
5.Perdarahan saluran cerna atas.
Bayi muntah disertai bercak darah segar atau darah yang berwarna kehitaman seperti kopi,  akibat darah yang mengalami denaturasi oleh asam lambung. Penyebabnya karena ada luka tukak dan  duodenum (pada usus 12 jari) atau ada varises pada kerongkongan yang pecah.
 Gejalanya, muntah darah dan kotoran (feses) yang dikeluarkan saat buang air besar berwarna hitam.
Atasi dengan membawa bayi ke dokter atau rumah sakit terdekat.
6. Atresia bilier.
Gangguan sistem pencernaan yang kerap dialami bayi di minggu pertama lahir. Gangguannya berupa penyumbatan total aliran empedu akibat saluran empedu hilang sebagian atau seluruhnya. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun diduga  berkaitan dengan infeksi oleh virus Sitomegalo Rubella, Rotavirus, dan Reovirus tipe 3.
Gejalanya, bayi kuning sejak lahir, buang air kecil berwarna coklat dan  buang air besar berwarna putih seperti dempul.
Atasi dengan membawa bayi  ke dokter, karena biasanya diatasi dengan tindakan operasi,  tidak cukup dengan menjemur bayi  yang kuning  selama 2-3 minggu.










BAB III
 PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dengan terselesaikannya makalah ini, kelompok kami menyimpulkan bahwa terlahirnya individu baru sangatlah membutuhkan perawatan dari orang lain dan individu baru tersebut  pasti mengalami suatu adaptasipada perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem organ tubuh, khususnya sistem pencernaan. Oleh karena itu, butuh pemahaman untuk mengenal perubahan-perubahan pada sistem pencernaan neonatus sehingga bila terdapat suatu gangguan pada adaptasi neonatus dapat segera diatasi.

2.      Saran
Saat neonatus, bayi mengalami banyak perubahan pada sistem organ, dan membutuhkan adaptasi. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat lebih memperhatikan proses perubahan pada bayi, dan segera diberikan panangan khusus bila ada gangguan.












Daftar Pustaka